Karya Ilmiah "Membuka Kubur Sejarah, Menjejaki Langkah Muhammadiyah" karya Meilani Elisa Putri dan Eka Anatasya (Juara 1 Karya Ilmiah Tour de Muhammadiyah 2018)

Gemericik air kolam yang lirih tersapu suara bel. Lengking itu mengantar jejak kami meninggalkan halaman sekolah. Dalam harap-harap cemas, doa meluncur menjelma tiang-tiang semangat. Kesempatan tak akan kami sia-siakan kali ini. Sebuah acara yang diadakan oleh Muhammadiyah akan kami ikuti dengan sepenuh hati. 

Seperti masa lalu, sejarah harus digali. Menjejaki tanah waktu, kami seperti menyeberangi jembatan-jembatan diri yang sudah lama tidak terhubung dengan nilai-nilai luhur itu. Sejarah Muhammadiyah yang seolah tinggal kuburankuburan tua. Padahal seperti harta berharga, di dalamnya kita dapat menggapai mimpi cahaya.  

Matahari memanggil dari kejauhan. Sinarnya merayap pelan. Pertanda bahwa hari ini cuaca begitu mendukung kami. Wadah-wadah untuk menampung sejuta ilmu tlah kami siapkan. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan dedaunan yang rimbun. Hari ini kami siap untuk berkelana memburu ilmu.   

Gedung yang menjulang menyambut kami dari kejauhan. Warna cerah seragam kian mencolok mata. Pandangan kota pun ikut tertuju ke satu titik. Di dalamnya, kian kental dengan nuansa tokoh-tokoh gemilang. Bias sinar lampu terang menyempurnakan segalanya. Dia adalah gedung Graha Muhammadiyah yang terletak di Jl.K.H.Ahmad Dahlan No 107. 

Titik pertama yang kami singgahi cukup membuat kami terdecak kagum, nuansa Muhammadiyah kian menyatu dengan kami. Gedung ini kian menarikku untuk menggali lebih dalam sejarah Muhammadiyah. Gedung elok ini memiliki empat lantai dan diresmikan pada tanggal 25 Februari 2018 oleh Bapak Haedar Nasir selaku pimpinan pusat Muhammadiyah. Suara lelaki itu terlihat memandu kami dalam acara ini. Telinga yang siap sedia mendengar dan otak yang siap merekam kalimat demi kalimat yang dia lontarkan. 

Bibir itu berhenti berucap. Terdengar derai langkah kaki keluar dari ruangan dan kini giliran lift yang akan mengantar kami menuju lantai bawah. 

Kelompok satu dengan yang lain mulai berpencar untuk menggali sejumlah sejarah yang terkubur. Tempat pertama yang kami singgahi adalah Gedung Muhammadiyah yang selesai dibangun dan diresmikan pada tahun 1361H/1942M yang memakan biaya  kurang lebih Rp5.000. 

Tak membuang-buang waktu. Kami melanjutkan berjalan menyusuri sejumlah tempat yang tak jauh dari Gedung Muhammadiyah. Gedung Baru PP Aisyiyah adalah tempat kedua setelah singgah di Gedung Muhammadiyah. Bangunan ini diresmikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini pada hari Selasa 10 Mei 2016. Hanya melihat sepintas tanpa masuk ke dalamnya. Ucapan demi ucapan sang pemandu menjawab satu per satu pertanyaan di benakku. 

Penggalian sejarah tak berhenti di sini. Nampak wajah-wajah yang masih haus akan sejarah Muhammadiyah. Langkah kaki masih kuat untuk menelusuri jalan yang akan kita tapaki. Hiruk pikuk asap kendaraan di perkotaan tak begitu kami rasakan saat mulai masuk ke sebuah perkampungan yang menjadi awal mula lahirnya Muhammadiyah. Deretan rumah menjadi pemandangan kami saat berada di kampung KHA Dahlan, Kauman. 

Sederet kisah Muhammadiyah tlah terpecahkan, wadah-wadah ilmu mulai terisi. Kami masih berlanjut untuk memburu perjuangan KHA Dahlan demi melahirkan generasi bangsa yang terbuka dan tidak menyampur adukkan dengan tahayyul.  Satu per satu tempat di Kauman telah kami singgahi dan satu per satu juga pertanyaan dalam benak kami terjawab. 

Masjid Gedhe Kauman, adalah daftar tempat yang akan kami singgahi selanjutnya. Tempat ini berkaitan dengan sejarah Muhammadiyah di Yogyakarta dan menjadi masjid tertua di Indonesia. Kali ini kami juga punya kesempatan untuk mengunjunginya. Tidak hanya sekedar mengunjungi tempat ini, tapi kami juga membawa segenggam ilmu tentang masjid ini. Masjid Gedhe Kauman bertempat di Jl. Alun alun utara, Gondomanan, Yogyakarta yang dibangun pada hari Minggu, 29 Mei 1773. 

Terdapat bagian-bagian yang membuat kami cukup terkesima dengan masjid ini. Ada sejumlah atap yang menjadikan masjid ini terlihat gagah, tiga susunan atap itu dinamakan Tajuk Lambang Teplok, di dalamnya juga terdapat marsuroh. Marsuroh tersebut berfungsi sebagai tempat sholat para sultan. 

Waktu ke waktu masjid ini tak pernah secuil pun tergerus zaman. Hanya sedikit mengalami peningkatan dengan dibangunnya sebuah pendopo sebagai tempat sosialisasi jama‘ah masjid Gedhe dan masyarakat Kraton Yogyakarta. Tak hanya sebagai tempat sosialisasi, tetapi juga mempunyai fungsi lain yaitu untuk melakukan pengajian, sidang, pernikahan ataupun kajian. 

Bangunan utama dari Masjid Gedhe Kauman ini sangatlah berbeda. Terdapat beberapa corak yang menonjol yang memiliki daya pikat yaitu, warna emas, hijau, kuning gading dan merah yang melambangkan sholat 5 waktu. Sepasang mata pun tertuju pada bentuk nanas yang terdapat di tiang masjid itu. Ternyata, maksud dari bentuk nanas itu mengartikan tentang hubungan yang terjalin antara manusia dengan manusia itu sendiri atau Hablul minanas. Tak hanya itu saja, di tempat tersebut juga terdapat jagang guna untuk tempat bersuci sebelum masuk ke dalam masjid.  

 

Detik menjadi menit, dan begitu seterusnya. Tanpa memikirkan rasa letih, kami tetap melanjutkan perjalanan. Walaupun rasanya malas untuk beranjak dari tempat itu, namun kami teringat akan tujuan kami, yaitu mengisi wadah-wadah ilmu yang masih kosong. Semangat kembali muncul, dengan sisa tenaga kami akan memenuhi setiap memori di kepala. Tanpa menghiraukan lelah, kami melanjutkan untuk menyusuri jejak sejarah Muhammadiyah yang belum cukup untuk kami bawa pulang.  

Cukup lama kami menyeret kaki ini. Membuatku tak sabar untuk sampai ke tempat tujuan, hingga penantianku terbayar sudah. Tempat yang kami nantikan adalah Langgar Kidul KH Ahmad Dahlan yang bertempat di kampung Kauman Yogyakarta. Di sini kami mendapat banyak sumber tentang sejarah bangunan ini.   Pada zaman dahulu, Langgar tersebut berfungsi sebagai sarana ibadah sholat, berdakwah, serta mengajari penduduk sekitar mengaji. Sejarah yang paling membekas adalah peristiwa perobohan Langgar Kidul ini. Bermula dari pulangnya KHA Dahlan dari Mekkah yang membawa ilmu perhitungan falak. Beliau melihat arah kiblat Masjid Gedhe Kauman menghadap ke arah yang salah, hingga akhirnya beliau memutuskan untuk membuat sebuah langgar kecil dengan arah kiblat yang benar yaitu ke arah barat laut. 

Tetapi masyarakat perlahan-lahan mulai mencibirnya. Menganggap bahwa tinadakan KHA Dahlan adalah keliru. Suatu ketika, murid KHA Dahlan pergi ke Masjid Agung Yogyakarta dan nekad membuat garis arah kiblat yang benar. 

Kabar itu berhembus dan sampai di telinga para penguhulu dan takmir Masjid Agung Yogyakarta. Tersulutlah amarah kyai penghulu. Beliau langsung menyuruh KH Ahmad Dahlan mengembalikan arah kiblat seperti sedia kala.  

Tekad yang bulat membuat KHA Dahlan menolak perintah dari Kyai Penghulu. Tanpa berpikir panjang, penghulu tersebut memerintahkan sejumlah orang untuk merebohkan langgar milik KH Ahmad Dahlan. Siapa yang tidak terkejut? Sontak semua orang terkejut melihat peristiwa itu. 

 Robohnya langgar tersebut membuat KH Ahmad Dahlan marah dan membuatnya hendak pergi dari Kauman. Namun pikirannya berubah atas bujukan kakaknya untuk membuat Langgar lagi dengan arah kiblat yang benar. Langgar yang kedua ini dibuat menjadi 2 lantai, guna untuk belajar para santri serta sholat bejamaah. Di masa sekarang, bangunan ini menjadi saksi bisu tentang perjuangan KHA Dahlan dalam tujuannya. 

 Dari kisah tersebut, dapat kita ambil hikmahnya, bahwa dalam melakukan sesuatu perlu sebuah pengorbanan yang sangat besar serta kesabaran dalam menghadapinya. Tak ada hasil yang gemilang tanpa sebuah perjuangan yang sulit. Kehidupan yang keras membuat KHA Dahlan tidak mundur dari tekadnya menyadarkan masyarakat tentang agama dan arah kiblat yang benar.  

 Tanpa membuang waktu, kami pun harus melanjutkan perjalanan kami. Hembusan angin sepoi-sepoi menggugurkan daun-daun pepohonan. Usapan ku lakukan untuk menyeka keringat di dahi karena terik matahari yang semakin menyangat. Tibalah kami ke tempat berikutya, tempat yang kami tuju ini tidak terlalu jauh dari lokasi sebelumya. Dengan semangat yang tersisa kami mencatat sumber sejarah tentang tempat ini, yaitu TK ABA Kauman. 

 TK ABA Kauman berada di kampung Kauman, sebelah barat Masjid Gedhe Kauman. TK ini berdiri pada tahun 1924 dengan nama Probel Aisyiyah dan berubah menjadi TK ABA. Dulu TK ini digunakan untuk pertemuan kegiatan Sopo Tresno. Dibangunnya TK tersebut guna untuk memajukan anak-anak yang dulunya itu belum sekolah dan untuk mengenalkan ajaran islam dari usia dini. Nyai Ahmad Dahlan atau Siti Walidah lah yang mendirikan TK ini di bawah naungan ibu-ibu Aisyiyah, karena seorang ibulah yang bertugas sebagai orang yang pertama kali mengenalkan ilmu kepada anak-anaknya.  

Jam sudah undur, waktu merangkak mendekati waktu dhuhur, perjalanan kami tidak terhenti sampai di situ. Walau sebenarnya kami lelah, tetapi masih banyak tempat yang harus kami kunjungi. Rasa lelah ini kian terkikis dengan adanya canda tawa antara kami dengan yang lainnya. Tidak terasa tempat yang kami tuju sudah berada di depan mata, yaitu Mushola Aisyiyah. 

Mushola Aisyiyah atau mushola khusus wanita. Kenapa diberi nama mushola khusus wanita? Karena mushola itu hanya dikhususkan untuk wanita. Mushola Aisyiyah didirikan oleh Nyai Walidah atau Siti Walidah pada tahun 1922 setahun setelah meninggalnya KH Ahmad Dahlan 1923. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pengajian atau kajian khusus wanita. Selain itu, tempat ini juga dijadikan sebagai tempat kewirausahaan kaum wanita pada waktu itu.  

Tiga hal yang menjadi dasar didirikannya mushola ini adalah untuk memajukan wanita yang dulunya hanya berada di dapur, kamar, dan kasur. Muncul-lah sebuah ide, sehingga Nyai  Ahmad Dahlan mendirikan mushola ini sebagai tempat  dakwah dan berdiskusi untuk kemajuan wanita di sekitar Keraton dan Kauman. Tidak banyak perenovasian yang dilakukan di tempat ini sehingga sampai sekarang wajah asli bangunan ini masih bisa kita lihat. 

Tempat selanjutnya adalah Makam Nyai Ahmad Dahlan. Nyai Ahmad Dahlan atau Siti Walidah merupakan istri dari KH Ahmad Dahlan. Ia wafat pada tanggal 31 Mei 1946 pada usia 74 tahun, yang di makamkan di daerah Kauman. Pada waktu itu Siti Walidah mempunyai keinginan agar dimakamkan di tempat yang sama dengan suaminya di daerah Karangkajen. Namun hal itu belum bisa terwujud karena faktor tertentu.  

Peperangan adalah salah satu faktor yang menghambat jenazah Siti Walidah untuk disemayamkan di satu tempat bersama suaminya. Tanpa berpikir panjang, keluarganya memutuskan agar Siti Walidah dimakamkan di daerah 

Kauman. Sedangkan KH Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 karena sakit yang saat itu berusia 53 tahun. Akhirnya beliau dimakamkan di daerah Karangkajen, Brontokusuman, Mergangsan Yogyakarta. 

Dari tempat tersebut kami berlanjut ke SD Muhammadiyah Kauman. SD ini merupakan pindahan dari sekolah yang pertama kali didirikan oleh KHA Dahlan di teras rumahnya. Pada saat itu murid perempuan ditempatkan di SD Muhammadiyah Kauman dan bagi murid laki-laki di SD Muhammadiyah Suronatan. Pada tahun 2000 an, akhirnya sesuai keputusan bersama siswa dan siswinya di gabung.  

Sudah lebih dari tujuh jam kami mengelilingi tempat bersejarah Muhammadiyah. Dari yang kami dapatkan seharian ini, ternyata begitu banyak jejak yang ditinggalkan oleh Muhammadiyah. Ada banyak sejarah Muhammadiyah yang mungkin baru kali ini kami mengerti. Sekarang telah kami menyadari, betapa hebatnya perjuangan KHA Dahlan dalam memajukan Muhammadiyah. Lebih dari lima tempat yang mereka bangun demi menjadikan Muhammadiyah yang unggul dan tak kalah dari organisasi lain. 

 

Wadah ilmu yang kami bawa akhirnya terisi penuh dan siap kami bawa pulang. Masih banyak hal yang harus kami pelajari lebih mendalam dari sejarah Muhammadiyah. mungkin dari sinilah aku bisa belajar bagaimana cara menjadi penerus Muhammadiyah yang jujur, dan pantang menyerah. 

 

Begitu banyak hal hingga tak terhitung berapa banyak yang perlu kita teladani dari para pelopor berdirinya Muhammadiyah. Mereka berjuang tanpa memikirkan apapun dan mengorbankan waktu mereka untuk berkumpul bersama keluarga. Hal yang perlu kita lakukan untuk mengapresiasi perjuangan mereka adalah dengan menjadi penerus generasi bangsa yang unggul, jujur, islami, dan berdaya saing. Kita ibaratkan Muhammadiyah bagaikan penerang kegelapan bumi. Tanpa iman yang kuat, apalah arti hidup ini. 

Alunan adzan memecah cuaca panas dan mendinginkan hati, mengisyaratkan bahwa waktu sholat telah tiba. Ratusan meter yang kami lalui berakhir di Masjid Gedhe Kauman. Air suci telah menanti untuk kami gunakan berwudhu. Rasa lelah hilang sekejap setelah wajah kami terbasuh menggunakan air itu. Ada beratus wajah asing yang berada di tempat suci itu guna menunaikan ibadah sholat. 

Suara imam terlihat begitu khusyuknya. Empat rakaat sholat telah usai, kami melipat mukena dan beranjak dari dalam masjid. Ku lihat sudah ada makan siang yang telah disediakan. Kami makan dengan lahap sembari menikmati nuansa kuno masjid Gedhe Kauman. Tak sadar waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB. Puluhan pelajar yang mengikuti acara Tour de ini bergegas  menuju depan alun-alun untuk menunggu jemputan bus datang. 

Tak lama, bus satu, dua, dan tiga sudah terlihat dari seberang jalan dan berhenti di depan kami. Satu per satu siswa mulai masuk dan duduk di dalam bus yang cukup panas. Kemudian bus melaju perlahan menyusuri jalan yang akan membawa kami ke makam KHA Dahlan. Cuaca panas menemani setiap kilometer yang kami lalui menggunakan bus. Selang beberapa menit, kami diturunkan di sebuah kampung di daerah Karangkajen. Berjalan kami lakukan lagi dan akhirnya sampailah kami di makam KHA Dahlan. 

Tak banyak waktu yang kami habiskan di sana. Hanya sekilas kami melihat makam tersebut dan pulang menaiki bus kembali untuk menuju ke Youth Centre. Youth Centre adalah tempat yang akan kami gunakan untuk bermalam sekaligus tempat untuk pelatihan dan lomba menulis. Gerbang Youth Centre sudah menyambut kami. Suasana sepi perlahan hilang saat bus kami berhenti dan anak-anak mulai turun.  

Kami diarahkan menuju ke aula untuk pembagian kamar dan pengarahan aktivitas yang akan kami lakukan pada sisa hari ini. Setelah mendapatkan pembagian kamar, tanpa basa-basi kami langsung menuju ke sana untuk beristirahat sejenak lalu mandi. Wajah-wajah lelah tak terlihat lagi setelah membersihkan diri masing-masing. 

Perlahan kursi aula mulai penuh, dan acara pun dimulai. Di sini kami mendapat ilmu tentang bagaimana cara menulis yang baik dan benar. Bagaimana cara menulis yang baik, tahap-tahap menulis, serta penerapannya dalam bentuk karya tulis. Acara berlangsung hingga malam hari, nampak wajah sayu dan matamata yang sudah lelah. Akhirnya acara pun di tutup. Kami kembali ke kamar masing-masing membawa segenggam lelah. Mata ini pun mulai terpejam perlahan. 

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Kami dibangunkan guna melaksanakan kewajiban kami terhadap Allah SWT. Kami bangun dengan nyawa yang belum sepenuhnya menyatu. Perlahan tapi pasti langkah kaki ini menuju ke masjid di Youth Centre. Bibir ini mengucapkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan fasih. Salam mengakhiri sholat tahajjud ini, dzikir bersenandung di bibir anakanak dan menyejukkan hati kami. 

Begitu juga dengan sholat subuh yang kami lalui. Selesai dengan ibadah di hari ini, kami diperintahkan untuk berganti pakaian untuk melepaskan lelah yang masih menempel di tubuh kami dengan cara jalan pagi. Udara segar serta mentari yang cerah seperti memberi sebuah semangat kepada kami. Padi-padi terlihat menguning membuat pagi ini lebih berwarna, ditambah dengan gelap tawa kami yang tak terbendung. 

Jalan telah kami susuri dan membawa kami kembali ke Youh Centre. Kami memutuskan untuk segera membersihkan diri dan berkemas-kemas untuk acara penutupan. Acara penutupan dimulai dengan sarapan pagi serta pemberian kesan dan pesan dari peserta pelatihan dan lomba menulis ini. Dua perwakilan dari kami semua telah menyampaikan pesan dan kesan yang mereka dapat dari kegiatan ini.  

Setelah tahap demi tahap acara ini berlangsung, akhirnya diakhiri dengan foto bersama panitia acara. Momen ini mungkin tak akan pernah aku lupakan. Dari sinilah kami mendapatkan pengalaman yang begitu berharga, mendapatkan teman baru, ilmu baru, semua itu tak akan pernah bisa ternilai dengan uang atau apapun. 

2018

Catatan: Karya ini menjadi juara 1 dalam lomba Karya Ilmiah (Feature) Tour de Muhammadiyah tahun 2018 tingkat Kabupaten yang diselenggarakan oleh PDM Sleman.